Sabtu, 14 Mei 2011

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Banten Naik

Semenjak tahun 2004 sampai dengan tahun 2009,Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Banten konsisten naik. Pada tahun 2004 IPM Banten adalah 66.66, sementara tahun2005, 2006, 2007, dan 2008 masing – masing tercatat 67.9, 68.80, 69.11 dan 69.29. Sedangkan untuk tahun 2009, IPM Provinsi Banten tercatat kembali mengalami kenaikan menjadi sebesar 70.06.

IPM adalah indeks yang dihitung dan digunakan oleh Biro Pusat Statistik dan merupakan gambaran peningkatan kualitas hidup manusia. IPM merupakan gabungan indikator yang menunjukkan angka harapan hidup, tingkat melek huruf, partisipasi sekolah dan pengeluaran perkapita. Angka IPM untuk sebuah provinsi didapatkan dari IPM yang dimiliki oleh masing – masing Daerah Tingkat II (dua), yaitu kota dan kabupaten.

“IPM tersebut menunjukan kinerja Provinsi Banten dan kabupaten dan kota yang ada di dalamnya. Disamping itu, posisi IPM tiap provinsi juga berubah secara dinamis karena pertumbuhan yang terjadi pada provinsi lain juga terjadi dan kadang mencolok.Hal yang sama bisa terjadi di tingkat kota dan kabupaten di Banten. Sejauh ini, IPM Banten secara konsisten semenjak tahun 2004 sampai 2009 meningkat,” kata Bambang DS, SE,MM, dosen ekonomi ITB Piksi Serang.

Dia menambahkan, IPM harus tumbuh secara konsisten. Apalagi Banten merupakan provinsi muda yang sedang menyiapkan infrastruktur ekonominya. Karenanya, menurut Bambang DS, dinamika posisi IPM antar kabupaten dan kota, serta antar provinsi adalah hal yang wajar. “Misalnya, kota Tangsel IPM – nyaadalah 75,1 pada tahun 2009 dan merupakan yang tertinggi di Banten. Sementara kota tersebut baru berdiri tahun 2008, dan baru memiliki walikota definitif selama 2 (dua) dua bulan. Artinya, IPM tersebut belum menunjukan kinerja yang sebenarnya dari pemerintah kota tersebut. Pertumbuhan ekonomi Tangerang Selatan adalah limpahan (spill over) Jakarta. Pertumbuhan IPM yang konsisten itu jauh lebih penting karena menunjukan keseriusan pemerintah mengurus warganya,” tambah Bambang DS.

“Sejauh ini, secara umum pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Tangerang lebih merupakan dampak penyebaran pertumbuhan Jakarta. Sampai saat ini, saya belum melihat bupati atau walikota yang secara orisinal dan penuh daya kreatif membangun ekonomi kota atau kabupatennya. Jadi, pertumbuhan ekonomi yang merupakan dampak dari perkembangan Jakarta dan berdampak positif pada IPM tidak boleh membuat para pimpinan daerah tersebut membusungkan dada,” jelas Bambang DS.

Sementara itu, pengamat politik Dr Iwan Kusuma Hamdan mengatakan, pencapaian IPM propinsi Banten terkait erat dengan pertumbuhan ekonomi masing-masing kabupaten dan kota di Banten. “Di era otonomi daerah ini, penggerak ekonomi yang sebenarnya adalah pemerintah kabupaten dan kota. Pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota akan mensejahterakan rakyatnya. Tingkat kesejahteraan rakyat tersebut kemudian menjadi data masukan untuk mengukur IPM Banten secara keseluruhan. Jadi, IPM Banten itu menunjukan kinerja provinsi, kabupaten, dan kota dalam mengimplementasikan otonomi daerah. Jadi, semuanya harus bertanggung jawab,” tegas dosen yang mengajar di berbagai Perguruan Tinggi di Banten ini.

“Berdasarkan data tahun 2009, kabupaten Lebak memiliki IPM terendah 67,37. IPM ini dibawah IPM propinsi Banten, yaitu 70,06. Akan tetapi, kita tidak boleh menuduh Lebak menyumbang terhadap rendahnya IPM Banten. Lebak itu hidup dari pertanian yang memberikan nilai tambah rendah. Dan Lebak adalah kabupaten dengan luas lebih dari 35 persen wilayah Banten. Bandingkan dengan kota Tangerang luasnya hanya tak lebih 2 persen dari luas wilayah Banten,” jelasnya.

“Salah satu masalah pembangunan di Banten kurangnya koordinasi para pelaksana pembangunan, seperti gubernur, bupati dan walikota. Kegagalan koordinasi ini juga merupakan bentuk dari ego sektoral masing-masing kota dan kabupaten. Sebagian kota dan kabupaten maju sekali dan sebagian ketinggalan. Karena itu ke depannya, gubernur harus menjadi koordinator dan para pemimpin ini harus menentukan peran dan kontribusi masing-masing kota dan kabupaten untuk memajukan Banten,” tutur dosen politik ini.

“Kita juga melihat ada pembangunan opini dari beberapa elit kota atau kabupaten yang mencoba untuk menunjukan kinernyanya melampaui Banten dengan mengedepankan isu masalah IPM ini. Kasihan kabupaten sepeti Lebak dan Pandegelang yang kondisinya berbeda dengan Tangerang. Tangerang diuntungkan oleh banyak hal. Seharusnyanya yang dibangun adalah simpati dan empati. Sayangnya, masalah IPM ini saat ini juga telah dijadikan senjata untuk menyerang lawan politik menjelang pilgub. Ironis sekali, menjadikan nasib rakyat sebagai komoditi politik,“ ungkapnya.

Karena itu, menurut Kepala Bappeda Provinsi Banten Widodo, perkembangan ekonomi Banten harus dintegrasikan sehingga bisa mampu menciptakan pemerataan. Hingga kini, pemeretaan inilah masalah utama dalam pembangunan Banten. Seolah ada disparitas cukup tinggi antara satu daerah dengan daerah lainnya, padahal semua masih merupakan satu kesatuan dalam lingkup Provinsi Banten. Karenanya, kata Widodo, untuk mengatasi masalah ini semua elemen harus bersatu untuk kemajuan bersama.

"Karena pengaruh Jakarta, wilayah Tangerang pertumbuannya lebih baik. Sementara itu, wilayah yang didominasi pertanian belum mendapatkan nilai tambah dari lahannya. Karenanya, pembangunan Banten harus diintegrasikan agar menciptakan pemerataan. Jangan ada kabupaten atau kota yang menikmati kue pembangunan dari provinsi lain tetapi abai terhadap pembangunan Banten secara keseluruhan. Karenanya, koordinasi, kerjasama dan partisipasi sebagai bagian dari Banten itu penting," tutupnya.(BR)

0 komentar:

Posting Komentar