Senin, 02 April 2012

Memupuk Kepedulian Antarsesama

oleh Haryono Suyono

 

haryono suyonoBulan April dikenal sebagai salah satu simbol kebangkitan kaum perempuan karena bertepatan dengan Hari Kartini, 21 April. Kita patut bersyukur bahwa banyak sekali penerus Kartini yang sangat peduli terhadap perkembangan anak bangsa. Mereka aktif dalam sosialisasi dan pembentukan pos pemberdayaan keluarga (posdaya) di seluruh Indonesia.

Dari kawasan timur sampai ke barat muncul tokoh-tokoh muda dinamis, seperti Ibu Dr Sudarti MKes dari Jember, Ibu Dr Mufidah Ch (Malang), Ibu Hj Prantasi Harmi Tjahjanti SSi MSi (Sidoarjo), Ibu Dra Rita Yuliastuti MSi (Tuban), Ibu Djuwartini SKM MM (Surabaya), Ibu Dra Sri Murtiningsih MS, Ibu Dra Wien Sukarsi dan Ibu Dra Eko Heri Widiastuti M Hum (Semarang), Ibu Dra Mamik Indaryani MS (Kudus), Ibu Dra Atiek Prihadi MSi dan Ibu Dra Yuni Pratiwi MM (Yogyakarta), Ibu Hj Badingah SSos (Gunungkidul), Ibu Dra Sri Harmintati MSi (Kulonprogo), Ibu Dra Katiyah MSi (Bandung), Ibu Dr Ir Illah Saillah MS dan Ibu Dr Ir Panca Dewi Manuhara MS (Bogor), Ibu Ir Zasmeli MP (Padang), dan Ibu Ir Dwi Listyawardani MSc (Pontianak), dan masih banyak lagi, tersebar di kota-kota dan di desadesa Indonesia.
Mereka umumnya datang dari kalangan perguruan tinggi (PT). Di samping itu, banyak lagi ibu-ibu lain dari pedesaan yang tingkat pendidikannya tidak selalu dari PT tetapi semangat dan dedikasinya sungguh luar biasa.
Sebagai contoh, dua ibu asal Gungungkidul, yang namanya tetap dipertahankan dengan akhiran 'yem', yang menandakan nama asli dari desa. Kedua ibu itu dengan bangga menyatakan tidak ingin merubah nama mereka agar berciri perkotaan, meski dedikasinya sungguh luar biasa. Ibu-ibu tersebut menyatakan telah lebih dari 20 tahun menjadi kader pembangunan di pedesaan. Mereka telah ikut aktif dalam gerakan KB di desanya, mendirikan Pos KB Desa, aktif dalam UPPKS di pedesaan dan sekarang sedang merintis pengembangan posdaya yang diyakininya merupakan pos pemberdayaan yang lengkap untuk mengantar keluarga desa menjadi sejahtera dan mandiri.
Perempuan-perempuan muda dari kalangan PT, atau perempuan yang barasal dari kota dan desa yang peduli terhadap anak bangsa itu yakin bahwa posdaya merupakan wahana untuk menyegarkan kembali modal sosial kebersamaan dan gotong royong. Sikap mental seseorang ini sedang terkoyak oleh arus modernisasi yang mengalir secara dahsyat di banyak negara berkembang.
Mereka yakin bahwa melalui silaturahmi dan pendekatan kebersamaan yang dipupuk secara tekun, posdaya bisa menjadi wahana untuk membangkitkan upaya pengentasan kemiskinan. Para anggota posdaya bisa diajak memberikan perhatian kepada sesama anak bangsa yang terpuruk dengan memunculkan upaya pengentasan kemiskinan secara sistematis, dan diolah dengan penuh kasih sayang saling bertanggung jawab.
Perhatian tokoh-tokoh muda perempuan yang penuh kasih sayang ini kadang melebihi kehadiran pemimpin formal yang datang membawa proyek besar dan secara 'paksa' sering menekan keluarga-keluarga pedesaan agar 'nurut' karena tekanan target yang harus segera diselesaikan. Pemimpin perempuan peduli itu tidak diburu target tetapi datang dengan uluran tangan pemberdayaan untuk mendorong kemajuan lokal yang lebih lestari.
Kahadiran tokoh-tokoh perempuan itu sekaligus membuktikan bahwa cita-cita Ibu Kartini bisa dilaksanakan melalui gerakan masyarakat yang dipimpin oleh kaum perempuan, bukan lagi monopoli kaum lelaki pada tingkat tinggi atau pada akar rumput. Hari-hari ini makin banyak calon pemimpin perempuan aktif bergerak pada akar rumput yang mempunyai gagasan dan ketrampilan gemilang tetapi belum tampil ke permukaan karena merasa belum menemukan atau belum berada pada posisi yang menguntungkan.
Ada juga beberapa pribadi yang berani mengambil prakarsa. Bulan lalu, dalam rangka pengembangan posdaya, berturut-turut Srikandi di tingkat pimpinan daerah, Bupati Gunung Kidul Ibu Hj Badinah SSos, dan Gubernur Banten, Ibu Hj Ratu Atut Chosiyah SE mengukuhkan daerahnya sebagai daerah pengembangan keluarga sejahtera yang mandiri melalui pembentukan Posdaya di seluruh desa dan pedukuhan di daerahnya.
Deklarasi itu diikuti pelatihan untuk seluruh jajaran SKPD serta perguruan tinggi di daerahnya. SKPD diharapkan memfasilitasi upaya pengembangan posdaya sebagai wahana untuk pengentasan kemiskinan. Sedangkan PT diharapkan bisa memberikan dukungan pengiriman tenaga mahasiswa semester ke-7 dan ke-8 dalam rangka Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Posdaya di desa dan pedukuhan.
Dalam KKN Tematik Posdaya, para mahasiswa terjun mendampingi para pemimpin formal dan seluruh kekuatan pembangunan di setiap desa seperti alim ulama, para sesepuh dan panutan lainnya dalam mempersatukan diri lewat kebersamaan, saling peduli dan mau berbagi kepada sesamanya. Mereka diajak bekerja sama dan mengolah kekuatan dan bahan baku lokal menjadi pendukung upaya bersama untuk mengatasi kemiskinan di desanya.
Ada beberapa gagasan yang muncul dalam masyarakat yang cukup menarik dan menantang. Salah satu gagasannya adalah memberi tanggung jawab kepada keluarga mampu, utamanya yang mempunyai usaha ekonomi, untuk menjadi keluarga angkat dari anggota keluarga miskin yang ada di desanya.
Melalui sistem keluarga angkat tersebut, keluarga miskin dilatih disiplin untuk bekerja keras sebagai magang dalam usaha keluarganya. Keluarga kaya lain, yang tidak mempunyai usaha, menyumbang modal atau membantu mencicil pinjaman yang diambil keluarga miskin dari bank setempat. Dengan dukungan cicilan itu, keluarga miskin dapat didampingi secara terus menerus oleh keluarga mampu dalam mengembangkan usaha, karena secara sungguh-sungguh keluarga miskin diambil menjadi anak angkat untuk bekerja dalam usaha yang dilakukan oleh keluarga yang lebih mampu. ***  

Penulis adalah Ketua Yayasan Damandiri.

 

suarakarya

as

0 komentar:

Posting Komentar